Secara umum, seorang amatir
diartikan sebagai orang yang mencintai fotografi dan tidak menghasilkan uang
dari kegiatan tersebut. Sedangkan seorang fotografer pro adalah seorang
fotografer yang menghasilkan uang dari fotografi. Definisi diatas agak janggal
karena hanya melihat dari sisi luarnya saja. Sesuai definisi diatas, banyak
fotografer pro memiliki hasil karya yang dibawah standar. Di lain pihak, banyak
yang masuk definisi fotografer amatir tapi memiliki karya yang jauh lebih bagus
dan konsisten. Bukannya agak aneh memberikan gelar “pro” kepada tukang foto
keliling dan “amatir” kepada fotografer yang menghasilkan karya yang
spektakuler tapi tidak menjual jasa/karyanya?
Maka itu, menurut saya perlu ada
redefinisi istilah amatir dan fotografer pro supaya lebih sesuai. Definisi pro
dan amatir seharusnya tidak berdasarkan masalah uang semata. Menurut yang saya
amati, fotografer pro dan amatir memiliki perbedaan yang kontras dalam cara
pikir dan kebiasaan mereka. Ciri-ciri dibawah ini tidak hanya berlaku dibidang
fotografi saja tapi juga dibidang pekerjaan lainnya.
Pro
bekerja dengan konsentrasi tinggi dan cenderung menjelajahi sesuatu secara
mendalam, sedangkan amatir mudah teralihkan perhatiannya dan biasanya
mempelajari sesuatu hanya sebatas di permukaan saja. Misalnya, profesional giat
belajar dan konsisten dalam berlatih. Sedangkan amatir berlatih kalau hanya
suasana hatinya lagi bagus saja. Saat pro berlatih di studio, amatir sibuk dengan
bb, twitter dan facebooknya. Sewaktu praktik juga sering tidak serius. Jika
pergi ke suatu tempat, Pro akan menjelajah lebih lama tentang tempat itu,
mencari tahu apa keunikan dan karakter suatu tempat. Kalau perlu nungguin dari
pagi sampai malam untuk mendapatkan cahaya yang paling sesuai dengan
imajinasinya. Jika bertemu seseorang, fotografer pro akan mencoba mengenal dan
menggali lebih dalam tentang orang tersebut. Sedangkan amatir akan sekedar
jeprat-jepret lalu kembali naik ke mobil. Profesional tahu apa yg harus
dikerjakan dan jalan mana yang harus ditempuh. Jalan tersebut kecil dan terjal,
tapi jelas dan tidak bercabang. Sedangkan amatir senantiasa terpengaruh dengan
jalan yang bercabang-cabang dengan tujuan yang tidak jelas.
Amatir sangat membutuhkan pengakuan
dari kelompok/gangnya. Maka itu banyak amatir yang menempelkan watermark yang
berisi kata-kata yang dianggap keren seperti “Blablabla Photoworks” dan
kemudian sibuk mentag orang-orang yang berada di jejaring sosial dengan
agresif. Kalau dapat banyak “like” atau komentar yang bagus rasanya tubuh jadi
ringan, rasanya seperti melayang. Masalahnya, “like” di Facebook kebanyakan itu
sebagai bentuk dukungan teman saja tapi belum berarti karyanya bagus.
Ironisnya, amatir juga takut hasil fotonya terlalu bagus. Jika fotonya terlalu
menonjol dari yang lainnya, kemungkinan besar akan dikritik dan dikucilkan oleh
“geng”-nya.
Mungkin salah satu hal yg paling
membedakan antara pro dan amatir adalah amatir suka mencari jalan pintas
sedangkan pro siap menjalani jalan yang sulit dan panjang untuk mencapai
impiannya. Salah satu contohnya, amatir biasanya mencoba mengatasi masalah
mereka dengan membeli kamera dan lensa baru. Harapannya mainan baru tersebut
dapat mengatasi kekurangan teknik dan seni mereka dengan cepat. Saat mengajak
mengikuti kursus fotografi, kadang-kadang saya mendapatkan komentar “kok
mahal?”, jawaban semacam ini yg selalu mengagetkan saya karena saya tahu
peralatan fotografi mereka rata-rata tidak kurang dari sepuluh juta, belum lagi
aksesorisnya. Biaya kursus (di Infofotografi) dibawah 10 persen dari harga kameranya. Di lain pihak, pro
menyadari peralatan yang sesuai saja tidak cukup, seni dan teknik lebih penting
untuk terus dipelajari dan diasah. Amatir yang ingin menjadi pro terus menerus
belajar dan praktik yang konsisten.
Tidak mudah menjadi pro, karena
pasti akan banyak kritik dan rintangan. Seringkali rintangan itu dari diri
sendiri. Mungkin kita sudah merasa puas diri dan nyaman dengan kehidupan
sebagai amatir, dan itu wajar saja. Tidak jarang juga amatir menyalahkan orang
lain atau suasana misalnya keluarga, teman, bos yang tidak mendukung hobi kita.
Amatir biasanya mundur dari hobinya kalau bertemu rintangan-rintangan, kalau
pro lanjut terus, malah menularin orang-orang yang tadinya tidak mendukung he
he he.. Berita baiknya, menjadi pro itu gratis. Kita hanya perlu mengubah
pandangan kita dan kebiasaan kita. Keputusan menjadi pro itu imbalannya besar.
Kita bisa menggapai impian dan melakukan apa yang benar-benar kita cintai.
Pro:
- Berkonsentrasi tinggi, rutin praktik
- Mementingkan kedalaman suatu foto/cerita.
- Konsisten menghasilkan karya yang baik
- Siap dan bersedia untuk menempuh jalan yang sulit
dengan tujuan mendapatkan hasil foto yang bagus
- Mendapatkan banyak rintangan tapi tidak cepat mundur
dan putus asa
Amatir:
- Sering teralihkan perhatiannya (distracted), hasil foto
tidak konsisten dan biasanya tergantung mood
- Membutuhkan pengakuan dari kelompok, teman atas hasil
karyanya
- Takut fotonya kurang bagus/kurang diterima, takut
terlalu bagus sehingga dikritik atau dikucilkan
- Berusaha mencari jalan pintas supaya fotonya bagus,
salah satunya dengan membeli alat fotografi yang mahal
- Saat menemukan rintangan, amatir cepat menyerah dan
berhenti
- See more at:
http://www.infofotografi.com/blog/2013/01/fotografer-pro-dan-amatir/#sthash.Dz6bug8P.dpuf
Unknown
Saturday, September 9, 2017